Anak-anak muda sekarang bertanya: mengapa saya harus menikah jika tidak ada keindahan dalam pernikahan? Tapi apakah keindahan itu otomatis ada dalam pernikahan? Keindahan sudah didesain, tapi perlu diupayakan. Dan perlu komitmen untuk keindahan itu berkembang.
TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu. (Kej 2:18,22-25)
Pernikahan (dan secara umum: hubungan antar manusia) adalah desain dasar Tuhan. Dia merencanakan/menciptakan/merindukan suatu hubungan kasat mata di bumi ini yang menyatakan keindahan hubungan di antara “KITA” (Kej 1:26). Segala yang diciptakan-Nya adalah: sungguh amat baik. (1:31)
Komitmen kita adalah komitmen kepada Firman Tuhan/Kristus sendiri, dan komitmen pada pasangan sesuai yang dinyatakan Kristus. Tanpa suatu patokan dasar bagi hidup kita, kita tidak akan jelas kemana arah hidup kita. Inilah patokan itu: sekali ditetapkan dan diyakini (this is flesh of my flesh, bone of my bone), sudah titik.. itulah yang terbaik.
Keindahan adalah subjektif dan perseptif. Dengan kasih, kita akan melihat keindahan orang lain/pasangan kita apapun keadaannya. Latihlah otak/pikiran untuk bisa melihat dan menikmati keindahan itu.
Note: Ini diskusi pranikah dengan satu pasang kawan, 21 April 2019. Obrolannya lebih dari 2 jam, banyak sekali pernak-pernik detailnya, rupanya sulit menuliskannya. 🙂