- Allah mau melakukan sesuatu, Dia bisa saja melakukannya sendiri, tetapi mengapa Dia mengajak Musa (dll) untuk bekerja melakukannya?
- Kelihatannya Dia ingin manusia/kita mengalami Dia di dalam kehidupan ini.
- Segala emosi dan sifat-sifat manusia akan mengalami Dia dalam segala dinamikanya.
- Dia besar, Musa sekali mengalami kehadirannya (di semak berapi tsb). Lalu Musa melangkah dalam ketaatan dan iman. Apakah Dia akan melakukan lagi seperti yang Dia katakan? Seperti yang Dia nyatakan? Apa jaminannya? Percaya.
- Ada saat Tuhan banyak turun tangan berperang dan melakukan sesuatu, tetapi orang perlu belajar berperang dan berusaha untuk melakukan sesuatu di masa-masa kemudian.
- Apakah ini adalah bagian dari kedewasaan? Ketika kita kecil, orang tua banyak melakukan, tetapi makin besar, kita akan lebih banyak melakukan.
- Masalah kemampuan kita, juga adalah hasil dari upaya kita, latihan kita, bukan sesuatu yang gifting.
- Ada perubahan kemampuan yang harus dilatih sesuai dengan masa/fase kehidupan kita. Mungkin suatu saat perang, suatu saat pengembangan teknologi. Jangan terpaku dengan teori, tetapi lihatlah secara dinamis apa yang sedang dihadapi dan apa yang perlu dikembangkan untuk menghadapinya.
- Bagaimana Dia berkomunikasi/memimpin Musa?
- Dengan berbicara langsung?
- Mengajar dia berpikir.
- Dia hadir setiap saat, suatu misteri mengalami kehadiran dan penyertaan serta pimpinan-Nya. Dia melihat, mendengarkan, dan mengatakan sesuatu.
Penulis: Setya
Kalajengking di Padang Gurun
Waktu itu terjadi, sungguh nyata tantangan umat-Nya adalah padang gurun, kalajengking… Nuansa yang sama, kita di zaman sekarang juga mengalami “padang gurun” dan “kalajengking”.
Ul. 8:15 TUHAN memimpin kamu melalui padang gurun yang luas dan dahsyat, yang banyak ular berbisa dan kalajengkingnya. Di tanah yang kering tanpa air Ia membuat air mengalir dari batu, supaya kamu dapat minum sepuas-puasnya.
kak Winda menyorot (highlight) ayat ini bbrp waktu lalu. Membaca ayat ini mengingatkan saya salah satu sisi masa lalu/masa muda saya.
Ketika SMA, kami didisiplin membaca Alkitab, the whole bible, urut dari Kejadian sampai Wahyu, setahun sekali.
Membaca keseluruhan seperti itu memberikan banyak nuansa-nuansa dan detail-detail. Banyak detail terasa lucu/menggelikan kalau dibandingkan dengan zaman sekarang.
Tapi banyak sekali hal menarik kalau kita berpikir sedikit, atau tepatnya: kalau Tuhan menyatakannya.
Tuhan yang sama ribuan tahun yang lalu, Tuhan yang sama saat ini. Ketika Dia berlaku sesuatu di suatu masa ribuan tahun yang lalu, mungkin ada nuansa yang sama ribuan tahun kemudian.
Kembali ke ayat di atas. Waktu itu terjadi, sungguh nyata tantangan umat-Nya adalah padang gurun, kalajengking… Nuansa yang sama, kita di zaman sekarang juga mengalami “padang gurun” dan “kalajengking”.
Perjalanan dalam kuliah, pekerjaan, hubungan pacaran, dst… bisa jadi seperti padang gurun dengan banyak kalajengking.
Keep strong. Tuhan beserta kita. Air akan mengalir dari batu, minumlah sepuasnya. 🙂

NB: Foto ilustrasi, kemarin (18 Mei 2019) di Sopo Marpingkir HKBP Pulo Gebang. Selalu senang bertemu sahabat-sahabat ini. 🙂
Bikin Masalah Aja, Kawan Ini
Demikianlah.. malam itu ngobrol dengan bang Wawan emosi terasa aneh, antara syukur dan mungkin sedikit shock… Malam pun ditutup dengan doa bang Wawan, doa ucapan syukur Tuhan masih memberi waktu. 🙂
Saya tidak menyangka sebesar itu bahayanya.
Sabtu malam 15 Des, dari Puncak/Cisarua kami mengendarai mobil turun ke Sentul, sekitar jam 9.30 (atau lewat… tak terlalu ingat). Seperti biasa check maps online, bgmn kondisi turun dari Puncak di malam minggu spt itu. Merah seperti dugaan, karena ada penyempitan jalan (kelihatan waktu kami naik sorenya).
Diberi saran jalan alternatif, pertigaan Megamendung belok kanan, lewat dalam, langsung akan tembus ke Taman Budaya Sentul. Selisih lebih dari 30 menit, lebih cepat, daripada jika lewat jalan biasa. (Memang tujuan kami gak jauh dari Taman Budaya Sentul.) Kalau selisih 5-10 menit, sering saya abaikan; tapi selisih 30 menit cukup berarti. Jadi saya ambil jalan alternatif itu. Kawan di samping saya diam saja, biasanya setuju aja (atau tidak setuju tapi diam haha). 🙂
Dan… sudah bisa diduga jalan akan lebih sempit.
Saya pernah juga dulu dari Sentul ke Gn Geulis, diarahkan maps lewat jalan paling biru (biru di maps berarti lancar), tapi birunya rupanya mengandung jalan berbatu. Waktu itu pagi dan musim panas, biasa saja.
Tapi kali ini malam hari, musim hujan (siang/sorenya kelihatannya hujan deras), dan jalan ini belum pernah dilalui.
Mula-mula jalan baik-baik saja, sempit tapi aspal. Makin lama jalan makin gelap tak ada lampu. Dan makin lama aspal menghilang, tinggal berpasir… dan makin lama jalan tanah!
Ada satu ruas sekian puluh (atau sekian ratus) meter yang sangat licin karena kelihatannya sorenya habis hujan cukup lebat. Sangat licin sampai kadang terasa sedikit tergelincir, terasa seperti mobil bergerak tidak seperti harapan/setir. Harus ekstra hati-hati supaya mobil tidak terperosok ke luar jalur.
Kadang jalan berbatu-batu, dan batunya juga agak licin. Kadang menurun, kadang menurunnya agak terjal… kadang nanjak, dan kadang tanjakannya terasa cukup terjal sampai agak kuatir apakah ban mobil bisa kokoh menancap, karena selain terjal kadang jalan ditumbuhin rumput sehingga agak licin.
Kadang di sisi kiri tidak terlihat apa-apa, gelap… saya sangka mungkin kebon. Kemudian saya diberitahu bang Wawan: itu jurang! Waduh, jadi kalau sempat saya tergelincir ke kiri, … waduh rada tergetar membayangkan apa yang mungkin terjadi.
Ya ada 4-5 ruas (atau lebih, gak ingat) yang sebenarnya cukup mengkuatirkan. Saya harus penuh konsentrasi (tapi saya tidak tegang, saya sudah pasrah kalau ada apa-apa…), saya hanya mencoba melakukan pengendalian kendaraan sebaik mungkin… kalau terasa tergelincir, saya coba arahkan ke arah kanan (bukan kiri yang tak kelihatan apa-apa). Kalau menanjak yang agak licin karena rumput-rumput, saya coba hindari rumput sebisa mungkin dan usahakan kecepatan tetap terjaga sambil (hanya bisa) berharap tidak ada mobil dari arah berlawanan. Dan rupanya/kelihatannya tidak ada mobil lain yang mengambil tantangan seperti kami. Saya sempat kuatir di suatu ruas, bahwa mobil saya tidak akan bisa menanjak,… tapi akhirnya bisa juga. #senyumpahit
Jadi mengenang situasi itu, khususnya ketika sudah agak pasrah apakah akan tergelincir ke kiri atau mobil gak akan bisa nanjak… mungkin malaikat ikut menyumpah: bikin masalah saja kawan satu ini… terpaksa kita kerja keras sedikit menjaga mobil ini. haha…
Ketika akhirnya melihat patok: km0.. alhamdulillah, saya udah pernah tahu patok ini, dan berarti jalan sudah aman.
Tiba di rumah bang Wawan hampir jam 10pm dan menceritakan kisah ini, dia berkata dengan agak aneh perasaannya kulihat: “Kalau tahu mas Setya mau lewat situ, PASTI saya larang… itu sebelah kiri kebanyakan jurang. Siang pun bahaya, apalagi malam dan habis hujan! Mobil saya pun pernah selip di daerah situ perlu dibantu penduduk untuk keluar dari situasi selip.” Widih…. iya ya, kok mobil saya tadi bisa lolos dari selip padahal tanah betul licin… kasihan malaikat mungkin kerja sedikit lebih keras.
Demikianlah.. malam itu ngobrol dengan bang Wawan emosi terasa aneh, antara syukur dan mungkin sedikit shock… Malam pun ditutup dengan doa bang Wawan, doa ucapan syukur Tuhan masih memberi waktu. 🙂
US 2013: Penerbangan dan Bandara
Perjalanan panjang, berarti juga kami melewati bandara-bandara baru.
Gedung/halte pertama adalah “Arrival”, turunlah disitu yang tujuan akhirnya adalah Doha. Saya ikuti insting saja, kebanyakan orang kok ndak turun, saya lanjutkan… dan benar, halte/gedung berikutnya bertuliskan “Transfer and Departure”. Di sinilah orang-orang yang akan melanjutkan penerbangan turun. Toko-toko/counter di gedung ini kelihatannya jalan 24 jam, termasuk restonya (kami sadari ketika transit baliknya, landing 18:40, takeoff lagi 02:40 masih ramai saja). Ada lagi satu gedung halte, “Premium Transfer Terminal”, tapi kami ndak pernah ke sana. 🙂

Untungnya di bandara ini ada wifi gratis, meski tidak di semua area, mesti cari-cari posisi yang pas sinyalnya kuat. Lumayan bisa tetap konek dengan teman-teman.
Begitu ramai di tengah malam, hampir tidak ada kursi yang kosong, malah banyak yang duduk di lantai. Para penumpang orang Korea khususnya para wanitanya begitu berisik sampai diperingatkan petugas. (Kata teman, yang nomor satu berisik adalah orang China, kedua baru Korea. he..he..)
—
Anak kecil keluarga India di kursi belakang sering rewel di penerbangan sekitar 14 jam Doha-Washington DC.
Anak segitu jelas mudah bosan dan jadi rewel. Tentu beberapa hal dilakukan orangtuanya, tapi ndak kulihat mereka membawa jalan anaknya, di kursi aja terus.
Kadang anak perempuan keriting itu colek kami. Lalu dia akan senang, tersenyum lebar kalau saya kasih mimik arau gerakan tangan sambutan/bermain.
Jadi ingat Soko waktu kecil naik kereta ke/dari Jawa, ndak mau di kursi! Bapaknya capek berdiri di gang, di kereta ekskutif! :'(
—
US Trip Lessons
Setiap orang punya kondisinya yang khas, maka perlu persiapan dan antisipasi yang sesuai.
Untuk saya, hal ini antara lain:
– mudah kenyang, mudah lapar, perlu sering makan, maka sedia sesuatu untuk ganjal perut.
– mudah tegang, mudah marah, maka usahakan setting waktu yang aman/lega supaya keadaan tetap lebih terkontrol.
Ketabahan Ibu
Now faith, hope, and love remain—these three things—and the greatest of these is love.
Mestinya judulnya ketabahan orang tua. Tapi mengamati banyak praktek, akhirnya judul Ketabahan Ibu ini lebih cocok lah. Ayah dan ibu, keduanya punya ketabahannya sendiri, tapi kali ini, yang saya lihat dan akan ceritakan adalah ketabahan ibu.
Saya melihat seorang ibu, yang pernah berkarir, lalu keluar dari kantornya untuk anak-anaknya yang baru lahir/masih kecil. Lalu ibu ini ngantor lagi, tapi tak setahun keluar lagi, sambil menantikan anak ke-3 lahir.
Melihat seorang ibu hari demi harinya, jam demi jamnya, saat demi saatnya menemani dan menyertai anak-anak kecilnya… adalah sesuatu yang menakjubkan. Ibu punya ketabahan yang luar biasa.
Saya bermain hanya/ndak sampai sejam… bermain lego dengan anak ini. Bayangkan, ini hanya sejam… lah seorang ibu yang di rumah? Dengan 2 anak? Luar biasa tabahnya.
Sangat bersyukur, ada keindahan-keindahan di dalam hati yang Tuhan berikan yang membuat semua itu terjadi.
Istri saya pernah mengalaminya… dan aneh rasanya, itu semua rupanya telah dilalui. Seperti tak terasa waktu berlalu….
Now faith, hope, and love remain—these three things—and the greatest of these is love. (1 Corinthians 13:13 CEB)
Tambahan ilustrasi: 😁