Tidur/Ditidurkan

Tuhan kiranya menghiburkan keluarga yang ditinggalkan. Tuhan kiranya hadir dalam peristiwa sulit yang dibuat manusia. 

Dalam terjemahan ini, Lazarus yang meninggal dituliskannya: tidur/tertidur.

These things said he: and after that he saith unto them, Our friend Lazarus sleepeth; but I go, that I may awake him out of sleep.

John 11:11

Dalam ayat/kejadian yang berbeda ini (Stefanus mati karena dirajam batu), kata yang dipakai sama: jatuh tertidur.

And he kneeled down, and cried with a loud voice, Lord, lay not this sin to their charge. And when he had said this, he fell asleep.

Act 7:60

Dari kamus, kata “koimaō” bisa berarti “to cause to sleep, put to sleep”.

Kalau orang sakit lalu meninggal dengan tenang, kita bisa lebih menerima jika dimetaforakan: tidur. Tetapi jika orang meninggal karena dirajam, tapi juga dipandang dia ditidurkan, itu lebih luar biasa.

Kita percaya, saudara/saudari kita yang meninggal karena perang juga sedang tidur/ditidurkan. Tuhan kiranya menghiburkan keluarga yang ditinggalkan. Tuhan kiranya hadir dalam peristiwa sulit yang dibuat manusia. 

Kita Berarti Bagi Siapa

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.

Untuk ulang tahun seorang ibu, kak Lyd, tanggal 2 September yang lalu, muncul satu renungan dalam hati saya mengenang satu pengalaman “kecil” dg beliau.

Setiap interaksi di antara kita, akan memberikan dampak. Baik dan buruk, Tuhan akan memakainya untuk mendewasakan dan menyempurnakan kita.

Satu pengalaman positif saya dengan kak Lyd adalah ketika saya mengalami depresi tahun 2007 (ketika saya berumur 40 tahun). Pada saat itu, tidak mudah bagi saya untuk berjumpa dengan orang atau untuk kontak dengan orang. Misalnya, ada orang yang telpon saya (untuk bertanya kabar dan memberi nasihat), saya waktu itu tidak bisa menerimanya, secara emosi saya merasa tidak nyaman. Kalau rekan tsb telpon lagi, List yang saya minta angkat. Eh, suatu saat beliau itu ke rumah dan menginap pula :),… jadi saya agak menghindar… saya menyepi di kamar sini, beliau di kamar sana, … jadinya beliau lebih banyak ngobrol dengan List (dan Soko) 😁. Pada kondisi seperti itu, saya tidak bisa beradaptasi dan merasa nyaman dengan semua orang.

Salah satu yang mengunjungi saya di rumah adalah kak Lyd. Dalam kunjungan itu dia bercerita hal-hal yang rada aneh menurut saya, hal-hal/pengalaman pribadi beliau yang tidak saya duga bisa dia alami seperti itu. Hal-hal yang sebenarnya terasa memalukan, tindakan yang seperti tidak terkontrol dan “not usual me/her”. Mungkin beliau menceritakannya untuk berempati dengan saya yang kira-kira mengalami keanehan-keanehan semacam itu. 🙂 Tetapi, cerita-cerita seperti itu malah menghiburkan saya (hahahaha). Dibanding nasihat-nasihat serius, lebih enak dengar yang seperti itu (pada situasi tsb). Terima kasih, kak Lyd, saya akan selalu mengenang kebaikannya.

Jadi –saya menarik pelajaran–,

  1. Setiap kisah hidup kita –khususnya yang buruk– akan berguna untuk orang lain. Tunggu saja saatnya, akan ada yang perlu mendengarkannya.
  2. Tidak setiap orang cocok untuk semua orang. Santai saja. Jangan ambil bagian terlalu banyak (jangan terlalu memaksakan bahwa diri kita berarti bagi seseorang), tetapi jangan juga menarik diri terlalu eksktrem (seolah diri kita tidak bisa berarti bagi siapapun/seseorang).

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. 

Mzm 90:10 

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.

Ams 16:24 

Sway: Pelajaran Komunitas

Kristus yang pertama punya teknik magis untuk menarik hati orang, sehingga terpikat. Tetapi demikian juga kita bisa punya teknik magis untuk menarik orang lain.

Hubungan dalam Allah Tritunggal dari satu sisi bisa digambarkan dengan dansa/tarian di antara pribadi-pribadi tsb. Silakan baca dari artikel ini: Perichoresis – The Divine Dance of the Trinity.

Karena itu, ide tentang dansa/tarian, khususnya dansa/tarian kelompok sangat menarik perhatian saya, khususnya dalam aspek penerapan dalam hubungan antar orang dalam satu komunitas.

Hidup bersama dan kebersamaan dalam Kebenaran/Kristus adalah keseluruhan dinamika kehidupan dan misi hidup kita. Ada daya dorong, pertahanan dari kehancuran, inspirasi, visi, dst banyak hal indah. Di luar itu, waduh celakanya.

Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. 
Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! 
Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? 
Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan. 

Pengkhotbah 4:9-12

karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. 

Fil 2:13

Tersedia daya hidup, daya dorong, kalibrator, sustainer, … yaitu Kristus sendiri sebagai Kepala.

Jika ada luka dalam hubungan dan dinamika itu, akan ada kesembuhan… dan seringkali memang perlu waktu. Tenang saja….

From him the whole body, joined and held together by every supporting ligament, grows and builds itself up in love, as each part does its work. 

Eph 4:16 

Sebagai ilustrasi, bentuk “dansa/tarian” lain yang saya lihat misalnya aerial dance seperti di AGT berikut ini:

Suatu gerak langkah yang begitu harmonis dan hidup.

Banyak lagu pop yang berhubungan dengan dansa, misalnya: Dancing Queen, Sway, ….

Ini salah satu versi, dengan klip tarian

Ada beberapa kata dalam lirik lagu Sway yang sangat menarik:

Other dancers may be on the floor
Dear, but my eyes will see only you
Only you have that magic technique
When we sway, I go weak

Make me thrill as only you know how
Sway me smooth, sway me now

Kristus yang pertama punya teknik magis untuk menarik hati orang, sehingga terpikat. Tetapi demikian juga kita bisa punya teknik magis untuk menarik orang lain. Be a blessing.

Catatan lain dari sesi di JakTim, 12 Agt 2023: Catatan ttg Komunitas. Penjelasan-penjelasan dari catatan ini bisa dijelaskan di artikel terpisah.

One of My Stories (2007): Not Unstoppable

Within six months I was OFF from all ministry activities… It was like entering a period of “eating grass in the field”…

This testimony was prepared as an introduction to sharing lessons at ILG, June 2022, on the theme: Leading by Influence: Leading from Brokenness. Translated by Google, refined by -mostly- Elsa Siahaan.

In 2007 I was in great enthusiasm for the growing ministry, both local and regional and national ministries. By then I had been on the staff (with The Navs) for over 13 years. And in 2007 I was about to be  40, the age that is said: never dies… or like the Sia’s song: Unstoppable – like a porsche, don’t need batteries to play. 😊

At that time,  during a final trip to Kuala Lumpur/KL in March 2007, as usual I  visited one or two cities beforehand: Batam and Singapore. I traveled alone. It was in Singapore that my journey came to a halt. 

While walking with a friend on Orchard Road (afternoon after lunch), my vision suddenly disappeared (I experienced a blackout), not dark but actually white. And I was about to fall unconscious, but was supported by the friend. Without heeding the traffic signs, my friend carried me across the road and we went into the nearest hospital: Mt Elizabeth Hospital.

My pulse/heart beat seemed very irregular and very fast, maybe 200bpm on average. That was what made me want to faint earlier, because the oxygen supply was not smooth. I was injected with medicine and monitored for 24 hours. About 5-6 hours later, my heart rate returned back to normal.

That night I was offered sleeping pills, but I didn’t  take them, just because I’m not used to taking medicine. I’ve never been hospitalized before, and am the type who doesn’t like to take any medication.

I apparently couldn’t sleep that night which made it a long night and full of inner struggles. My mind drifted away to new things, some were the little things I have missed as the time went by. I incidentally did not bring a notebook, because I usually write down what I meditate on. Then the hospital tissue was the medium to write down the main thoughts that came to mind that night.

I was only hospitalized for one night where the next morning the doctor discharged me. The doctor said: you can go home, you can exercise again as usual, continue your trip, and so on. …. But I have become a very different person since then.  

I felt  both unable to continue the trip to KL nor to return to Indonesia. I felt very weak physically, very down and a bit confused with my condition. Then I stayed with one  family of Nav Indonesia alumni. My strangest condition at that time was feeling mentally down, experiencing fear and panic easily. At that time my friend was working (at his office), while  I was at home alone… and out of panic, sometimes I called him at the office asking: when are you coming home? I felt that  I couldn’t seem to be left at home alone.

In addition, I also felt physically  very weak. Even going up and down the stairs was difficult/hard.

However,  I realized that I had to go home. At that time I did not tell my wife in Jakarta the details about my condition.

The trip home at that time was the most difficult one among other trips. I felt so weak that I was not able to lift my own  luggage,  so I needed my friend’s help to check in the luggage. At CGK airport in Jakarta, two good friends were ready to welcome me and help me with my luggage (late mas Madyo, and bang Yona). 

In Jakarta, I still often had a similar physical condition where my heart suddenly beat abnormally and rapidly, only to recover a few up to  5 hours later. I marked my calendar when the arrhythmia attacked, and how heavy. After weeks, months, the situation was getting lighter. But in one month, Nov 2007, another serious arrhythmia attacked again and I had to be hospitalized again for one night. But after that, I started to accept my  condition and was ready with the arrhythmia even though it was severe.

Along with that physical condition, it felt heavier that my mental state was very down. Maybe I was not just burnt out… Maybe I was depressed, … but I didn’t consult a professional. There was no such mechanism at that time. 😀 So I  had to face it by myself and felt that I was on my own.  Within six months I was OFF from all ministry activities… It was like entering a period of “eating grass in the field”…

What had been said about me came true at once. I was driven away from people. I ate grass just as cattle do. My body became wet with the dew of heaven. I stayed that way until my hair grew like the feathers of an eagle. My nails became like the claws of a bird.  

Dan 4:33

I used to live on the 2nd floor, but due to my weak physical condition, I moved to the 1st floor. My wife and son (at that time 12years old) were on the 2nd floor. I was mentally very weak. I could often suddenly cry for no reason, loud and prolonged crying… hours. (Now when I think about it, I’m confused about how I could be like that. 😀)

Visits from some friends didn’t seem to have a positive effect at that time. Sometimes I even refused to meet guests or even receive phone calls, because their words often stressed me more.

Those months were the time when I struggled with the difficult situation. Trying to find a comprehensive solution… physically, attitude, emotionally, etc… changing the pattern of life (exercise, food, etc.). Reassess attitudes and outlook on life.

Ultah ke-28 #2

Kami akan menolong Bapak dan keluarga sampai habis-habisan

Setya, bukan Pontius Pilatus :)

Bapak itu (bapak mertua, red) sebelum saya nikah, panggil saya “nak Setya”, tetapi setelah kami nikah, dia panggil saya: “mas Setya”… hormat banget ya sama orang muda. 🙏🏼

Meski List tidak sempat kerja cukup berarti setelah lulus (tidak cukup lama, dan tidak cukup menghasilkan, red), karena 1 Agt 1994 kami berdua langsung kerja di yayasan nirlaba (gaji kecil, red), … tetapi di dalam hati saya sebenarnya ada janji: kami akan menolong Bapak dan keluarga sampai habis-habisan.

Catatan Sipil, beberapa hari setelah pemberkatan

Bapak pernah dalam situasi keuangan/kehidupan yang sangat sulit sbg orang tua. Dan malam-malam dia bilang: mas Setya, tolong diurus saja semua ini. …. Meski dengan mengencangkan ikat pinggang sangat ketat bertahun-tahun kemudian, tetapi masalah itu berhasil juga kami atasi. Dan setelah itu, ada banyak lagi cerita seperti itu.

Meski List anak ke-4 (dan saya anak ke-8), alhamdulillah kami bisa melakukan peran yang cukup berarti di keluarga (diberi kemampuan, meski tidak mudah)… dalam hal finansial, dalam hal emosional, dan hal-hal lain…

The church, you see, is not peripheral to the world; the world is peripheral to the church. The church is Christ’s body, in which he speaks and acts, by which he fills everything with his presence. 

Eph 1:23

Bahkan akhirnya Bapak nyaman tinggal dg kami, dan akhirnya meninggal, di Depok, Juni 2006. Beberapa waktu sebelumnya, beliau sempat berkata: kapan kalian punya rumah? Tetapi dia tidak mengatakannya kepada saya,… sopan santunnya mungkin begitu ya? Beliau katakan kepada borunya ini. Saya berandai-andai, … kalau sempat beliau katakan hal itu kepada saya, mungkin akan saya jawab: kalau kami berusaha punya rumah, mungkin kami tidak akan bisa merawat bapak (keluar masuk RS, dll). 😁 #alasan

Jika engkau ikut bersama-sama dengan kami, maka kebaikan yang akan dilakukan TUHAN kepada kami akan kami lakukan juga kepadamu.

Bil 10:32 

Sekian…

Before: http://setylist.paranavigator.org/2022/02/06/ultah-ke-28-1/

Tulisan 13 tahun lalu: https://setyabud.wordpress.com/2010/10/06/15th-anniversary/