Mbak-mbak yang Baik

Jadi, untuk saat ini ada tiga hal yang kita harus tetap lakukan: percaya, berharap dan saling mengasihi. Yang paling penting dari ketiganya itu ialah mengasihi orang-orang lain.

Belum lama ini kami mampir ke rumah kawan, pada jam kantor. Tentulah kawan kami, suami istri, tidak berada di rumah. Mereka bekerja di kantor, instansi.

Tapi ada 3 anaknya yang manis-manis, 2 wanita mengapit satu cowok ganteng, pancuran kapit sendang. Kebetulan 2 anak yang besar lagi agak demam jadi enggak sekolah. Jadi kami ada waktu sedikit chit chat dengan anak-anak ini.

Kedatangan kami sudah diketahui sebelumnya. Jadi 2 mbak-mbak yang membantu di rumah menyambut kami dengan baik. Mereka sudah pernah tahu kami.

Mbak-mbak ini ramah, hormat (tapi tidak berlebihan, sewajarnya alias pas), mau ngobrol dengan baik. Anak-anak kelihatan nyaman dengan mereka.

Apa kira-kira faktor yang membuat mbak-mbak itu seperti itu?

Tentu banyak faktor. Dan saya berandai-andai, bahwa hal-hal berikut ini turut menyumbang:

  1. Mereka di-wong-ke. Hubungan itu bukannya hanya hubungan kerja, tapi hubungan orang ke orang. Itu berarti ada kasih, keramah tamahan dari tuan rumah. Bahkan dalam banyak kejadian, dan itu typical di Indonesia, mereka dianggap keluarga sendiri. Jadi, seringkali, jika waktu/hubungan kerja sudah cukup lama, perhatian tuan rumah itu menjangkau juga ke keluarga besar mbak-mbak itu. Makin mantap saja. Ini Indonesia, bung!
  2. Mereka menerima haknya khususnya gaji. Dan bahkan dalam banyak kejadian, mereka bisa jadi menerima lebih dari haknya.
  3. …. Apalagi kemungkinannya? 😊 Mohon menambahkan di bagian komentar.

Jadi, kami pun merasa mbak-mbak kawan ini seperti saudara lah. #lebaydotcom

Semoga kasih sayang semakin utama terjadi dimana-mana, karena buahnya indah sekali.

Jadi, untuk saat ini ada tiga hal yang kita harus tetap lakukan: percaya, berharap dan saling mengasihi. Yang paling penting dari ketiganya itu ialah mengasihi orang-orang lain. (1 Korintus 13:13 BIMK)

Babak Baru Kehidupan

Cengkareng, 7 Feb 2018

Hidup adalah perjalanan. Ada babak-babak kehidupan yang berganti. Setiap pergantian babak, ada sesuatu yang berubah. Kita harus beradaptasi dengan setiap perubahan. Dan ada hal baru yang bisa kita kerjakan.

Dengan kepergian Soko, mulailah babak baru lagi dalam kehidupan ini.

Bagi Soko, ini adalah lompatan besar. Tapi setiap lompatan besar, sebenarnya harus/sudah dilatih dengan lompatan-lompatan kecil sebelumnya. Jangan berharap bisa melompat jauh jika belum terlatih dengan lompatan kecil.

Lompatan kecil itu apa saja? Mungkin itu adalah memilih warna celana kesukaannya, memasang tali sepatu sendiri, naik sepeda roda 4, memilih SMP, belajar naik sepeda roda 2 (meski telat), belajar nyeberang Jl. Tole Iskandar, belajar nyeberang Jl. Margonda (jangan kira ringan, ini jalan telah makan berapa nyawa), memilih SMA, belajar naik motor (meski telat), belajar naik bus kota/krl, memilih kampus, belajar nyetir mobil, pergi ke kota anu, pergi nyeberang pulau, ke luar negeri, dll. (Apakah anak-anak atau keponakan kalian biarkan nyaman, atau melatihnya melewati semua itu dengan baik? Itu akan menentukan masa depannya.)

Bagi kami. Ah, rasanya nano-nano….

2016 – Pengalaman Sakit

Ketika keadaan terasa membaik di tengah masa opname (yang kemudian rupanya drop lagi), kami sempat diskusi: meski kami sakit, Tuhan tidak berhenti melakukan hal-hal baik. Dia tetap bekerja.

“If you don’t know where you’re going, you’ll end up somewhere else.” ~ Yogi Berra

Yoh 13:34-35 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.

Setelah perjalanan panjang Solo-Malaysia-Singapura-Filipina-Jakarta-Bandung-Jakarta, di hari terakhir kami menolong tamu dari Afrika (Kamis 11 Agt 2016), List sorenya demam, pusing dan mual. Dan kondisinya sangat lemah, tidak berdaya… tetapi sesuai teori yang kami tahu, kami hanya berikan obat turun panas dan pereda pusing sampai hari ke-3. Minggu sore 14 Agt kami ke IGD rumah sakit dan check darah. (Setelah lewat masa sakit, kami kira kalau begitu kondisinya, kami tak akan nunggu hari ke-3 untuk ke RS, tergantung kondisi yang dirasakan.) Perjalanan dari Petamburan (tempat tinggal) ke Depok (RS) adalah perjuangan tersendiri karena lemahnya kondisi dan perasaan tidak nyaman… di siang hari yang panas, tapi AC tidak bisa dinyalakan karena hawa dingin membuat tidak nyaman… panas tak nyaman, dingin tak nyaman… Apakah akan survive nyampe RS dg kuat?

Diperiksa, trombosit sudah cukup rendah (82 dari angka normal 150-440), juga leukosit 1,8 (dari angka normal 3,6-11), positif DBD dan langsung opname.

Karena beberapa pertimbangan, kami ambil kamar yang saya bisa menemani dia 24 jam sehari dan List merasa nyaman. Lebih nyaman dengan udara hangat, AC tidak dinyalakan, lampu dimatikan (most of the time). Kalau ada pasien lain, kan enggak bisa melakukan seperti ini. 🙂

Mual dan pusing yang tidak henti, serta kondisi datang bulan, membuat sakit DBD ini tidak mudah. Asupan relatif sedikit (dan penuh perjuangan) sementara darah banyak keluar. Tahu bahwa perlu asupan, tetapi tubuh tidak bisa menerima. Sampai menangis karena pertentangan hal ini. Begitu banyak darah keluar, sampai tubuh terasa melayang. Akhirnya sempat dilakukan transfusi trombosit dan darah merah setelah lewat hari ke-3 opname (tgl 17 Agt lewat tengah malam).

Pengalaman 7 hari 7 malam di satu kamar (selalu hampir 24 jam sehari) dengan kondisi tsb adalah pengalaman yang baru. Biasanya List kuat, dia yang melakukan semua logistik. Sekarang dia lemah dan sangat lemah,… saya yang menolong hampir semua hal bahkan termasuk hal-hal kecil (minum, makan, urusan toilet/wanita, dst) termasuk “tuntutan” emosinya. Banyak pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan perawat, tapi lebih nyaman kalau saya yang mengerjakan. Ada saat tiap jam terjaga, ada saat bisa 2-3 jam bisa terlelap berdua.

Ketika keadaan terasa membaik di tengah masa opname (yang kemudian rupanya drop lagi), kami sempat diskusi: meski kami sakit, Tuhan tidak berhenti melakukan hal-hal baik. Dia tetap bekerja. Mungkin dia bekerja di hati teman-teman yang mendukung kami, mengubahkan hati mereka para sahabat kami (thanks a lot kasih dan dukungannya). Tuhan juga mungkin sedang berbicara kepada para perawat. Saya berharap bahwa kehadiran kami berdua, ikatan dan praktek kasih kami (yang tidak mudah dan tidak sempurna) menyatakan tentang kasih di antara Allah dan Kristus, serta kasih Kristus kepada umat-Nya, dan menyatakannya kepada para perawat. (Kami sangat bersyukur dengan pekerjaan para perawat.)

Bersyukur Minggu 21 Agt telah bisa keluar dari rumah sakit dan menjalani pemulihan di rumah. Rumah siapa? Rumah kel om Gun :). Sambil merayakan ultah. :). Terima kasih untuk doa rekan-rekan bagi kami. Tuhan selalu menyertai dan memimpin kita.

/setya